Hanya saja, aku tidak pernah terpikir bahwa otak bisa menganalisa perasaan. Mungkin otakku selalu berpikir negatif bila menyangkut perasaan. Misal, ada orang memberi sedikit perhatian. Otakku akan meyakinkan hatiku, "Halah, paling kamu ge-er."
Dengan demikian, aku jarang menggunakan otak untuk menganalisa perasaan diri sendiri atau orang lain. Tapi dengan menggunakan asas asosiasi atau persamaan. Misal, "jika seseorang melakukan ini pada saya, apa artinya?" tanya hati. Untuk menjawabnya, aku akan mengumpamakan diriku sebagai orang tersebut. Dengan demikian terjawab sudah pertanyaan 'apa artinya?' itu. Hanya saja, kadang berujung dengan pertanyaan yang susah dijawab, 'benarkah demikian?'.
Berawal dari obrolan dengan seorang teman (laki-laki), dia menyuruh untuk menggunakan logika saat aku bertanya-tanya tentang perasaan. Waktu itu aku merasa, mana mungkin menggunakan logika untuk menganalisa perasaan? Entah pembenaran dariku, bukankah perempuan lebih suka menggunakan perasaan daripada logika? Perasaan tentu saja harus dicari jawabannya dengan perasaan juga. Itu yang kuyakini saat itu.
Berakhir dengan obrolan bersama sahabat dekatku kemaren. Sahabat perempuanku mengemukakan kesimpulan dari suaminya yang menganalisa dengan otaknya tentang perasaan seorang ima. Fakta-fakta yang dikumpulkan berdasarkan tanggapan ima saat mengobrol dengan sahabat perempuan ima, jawaban-jawaban sms, dan postingan ini. Walaupun agak sedikit lebay kedengarannya, tapi kesimpulan yang dibuat berdasarkan analisa yang dia punya 100% benar. Subhanallah! Hebbat!
Begitulah... Aku jadi dapat pelajaran tambahan. Hati bisa dianalisa dengan menggunakan otak dan gunakan pikiran positif saat menganalisanya agar kemungkinan yang ada menuju pada satu kebenaran, yaitu kesimpulan yang menjawab pertanyaan.
Oia, numpang jualan, silahkan kunjungi kios hamasah, siapa tau di sana tersedia yang lagi dicari... ^^